ANGGARA DASAR
ANGGARAN RUMAH TANGGA
KARANG TARUNA
NAGARI KEPALA HILALANG
AD/ART Karang Taruna di atur
dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonsia No : 77 /HUK / 2010 ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 21 September
2010 yang ditanda tangani oleh
Menteri Sosial Republik Indonesia Bp. Dr. Salim Segaf Al Jufri, MA yang isi
sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1.
Karang
Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh
dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan
untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau
komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan
sosial.
2.
Anggota
Karang Taruna adalah setiap generasi muda dari usia 11 tahun sampai dengan 45
tahun yang berada didesa/kelurahan atau komunitas adat sederajat.
3.
Komunitas
Adat Sederajat adalah warga masyarakat yang tinggal dan hidup bersama di daerah
yang dibatasi oleh wilayah adat dan kedudukannya sederajat dengan
desa/kelurahan.
4.
Majelis
Pertimbangan Karang Taruna ( MPKT ) adalah wadah penghimpun mantan pengurus
Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berjasa dan bermanfaat bagi
kemajuan Karang Taruna, yang tidak memiliki hubungan struktural dengan
Kepengurusan Karang Tarunanya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
1.
Setiap
Karang Taruna berdasarkan Pancasila.
2.
Tujuan
Karang Taruna adalah :
a.
Terwujudnya
pertumbuhan dan perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi
muda warga Karang Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan
mengantisipasi berbagai masalah sosial.
b.
Terbentuknya
jiwa dan semangat kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan
berkepribadian serta berpengetahuan.
c.
Tumbuhnya
potensi dan kemampuan generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan
warga Karang Taruna.
d.
Termotivasinya
setiap generasi muda warga Karang Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan
menjadi perekat persatuan dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
e.
Terjalinnya
kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan
taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
f.
Terwujudnya
kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di
desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang memungkinkan pelaksanaan
fungsi sosialnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah
kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g.
Terwujudnya
pembangunan kesejahteraan sosial generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas
dat sederajat yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan terarah serta
berkesinambungan oleh Karang Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat
lainnya.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 3
1.
Setiap
Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat
didalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Setiap
Karang Taruna mempunyai tugas poko secara bersama-sama dengan Pemerintah dan
komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan
sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif,
rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya,
3.
Setiap
Karang Taruna melaksanakan fungsi :
a.
Penyelenggara
Usaha Kesjahteraan Sosial.
b.
Penyelenggara
Pendidikan dan Pelatihan Bagi Masyrakat.
c.
Penyelenggara
pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di lingkungannya secara
komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan.
d.
Penyelenggara
kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda dilingkungannya.
e.
Penanaman
pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi
muda.
f.
Penumbuhan
dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial
dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
g.
Pemupukan
kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang
bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis
lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial
dilingkungannya secara swadaya.
h.
Penyelenggara
rujukan, pendampingan, dan advokasi sosial bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial.
i.
Penguatan
sistem jarngan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai
sektor lainnya.
j.
Penyelenggara
usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 4
1.
Keanggotaan
Karang Taruna menganut sistim stelsel pasif yang berarti seluruh generasi muda
dalam lingkungan desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang berusia 11
tahun sampai 45 tahun, selanjutnya disebut sebagai warga Karang Taruna.
2.
Setiap
generasi muda dalam kedudukannya sebagai warga Karang Taruna mempunyai hak dan
kewajiban yang sama tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya,
jenis kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik dan agama.
BAB V
KEORGANISASIAN
Pasal 5
1.
Keanggotaan
Karang Taruna diatur berdasarkan aspirasi warga Karang Taruna yang bersangkutan
di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat setemapat.
2.
Untuk
memantapkan komunitas, kerjasama, pertukaran informasi dan kolaborasi antar
Karang taruna, dapat dibentuk wadah di lingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Nasional sebagai sarana organisasi Karang Taruna yang pemantapannya
melalui para pengurus disetiap lingkup masing-masing.
BAB VI
KEPENGURUSAN
Pasal 6
1.
Pengurus
Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh warga Karang Taruna
yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk diangkat sebagai pengurus
Karang Taruna yaitu :
a.
Bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Setia
dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
c.
Dapat
membaca dan menulis.
d.
Memiliki
pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna.
e.
Memiliki
pengetahuan dan ketrampilan berorganisasi, kemauan dan kemampuan, pengabdian di
bidang sosial.
f.
Sebagai
warga penduduk setempat dan bertempat tinggal tetap.
g.
Berumur
17 tahun sampai dengan 45 tahun.
2.
Susunan
Pengurus Karang Taruna dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
3.
Kepengurusan
Karang Taruna sesuai dengan keorganisasiannya diatur sebagi berikut :
a.
Pengurus
Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat yang terpilih dan
disahkan dalam Temu Karya di wilayahnya adalah sebagi pelaksana organisasi
dalam wilayah yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh Kepala Desa/Lurah atau
Kepala/Ketua Komunitas Adat Sederajat setempat.
b.
Pengurus
dilingkup Kecamatan yang disahkan dalam Temu Karya Kecamatan adalah sebagai
pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar
Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Kecamatan dan dikukuhkan oleh Camat
setempat.
c.
Pengurus
dilingkup Kabupaten/Kota yang disahkan dalam Temu Karya Kabupaten/Kota adalah
sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi
antar Karng Taruna dalam lingkup/wilayah Kabupaten/Kota dan dikukuhkan oleh
Bupati/Walikota setempat.
d.
Pengurus
di lingkup Provinsi yang disahkan dalam Temu Karya Provinsi adalah sebagai
pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang
Taruna dalam lingkup/wilayah Provinsi dan dikukuhkan oleh Gubernur setempat.
e.
Pengurus
di lingkup Nasional yang disahkan dalam Temu Karya Nasional adalah sebagi
pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar
Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dan dikukuhkan oleh Menteri Sosial.
4.
Susunan
pengurus disetiap lingkup Kecamatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional
disesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing lingkup.
BAB VII
MEKANISME KERJA
Pasal 7
1.
Pengurus
Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat melaksanakan
fungsi-funfsi operasional dibidang kesejahteraan sosial sebagi tugas poko
Karang Taruna dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) serta
program kerja lainnya yang dilaksanakan bersama Pemerintah dan komponen terkait
sesuai dengan Peraturan Prundang-undangan yang berlaku.
2.
Pengurus
disetiap lingkup yang ditetapkan sebagai pranata jaringan komunikasi,
informasi, kerjasama dan kolaborasi antar Karang Taruna mulai dari pengurus
dilingkup Kecamatan sampai dengan Nasional melaksanakan fungsi sebagi berikut :
a.
Pengelola
sistem informasi dan komunikasi;
b.
Pemberdaya,
mengembangkan dan memperkuat sistem jaringan kerjasama (networking) antar
Karang Taruna serta dengan pihak lain yang terkait;.
c.
Penyelenggara
mekanisme pengambilan keputusan organisasi, pendampingan, dan advokasi;
d.
Konsolidasi
dan sosialisasi dalam rangka memelihara solidaritas, konsistensi dan citra
organisasi.
3.
Mekanisme
hubungan komunikasi, informasi, kerjasma dan kolaborasi antar Karang taruna
dengan wadah pengurus dilingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan
Nasional adalah bersifat koordinatif, konsultatif dan kolaboratif secara
fungsional serta bukan operasional.
4.
Untuk
mendayagunakan pranata jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan kolaborasi
antar Karang Taruna yang lebih berdayaguna dan berhasilguna, maka diadakan
Forum pertemuan Karang Taruna yang diatur sebagai berikut :
a.
Bentuk-bentuk
Forum terdiri dari :
1.
Temu
Karya;
2.
Rapat
Kerja;
3.
Rapat
Pimpinan;
4.
Rapat
Pengurus Pleno;
5.
Rapat
Konsultasi;
6.
Rapat
Pengurus Harian.
b.
Mekanisme
Forum pertemuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pedoman pelaksanaan Karang
Taruna.
c.
Forum-forum
pertemuan Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diatas,
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebeih dari setengah jumlah
peserta/pengurus dari lingkup yang bersangkutan.
d.
Pengambilan
keputusan dalam setiap Forum pertemuan Karang Taruna wajib dilakukan secara
musyawarah dan mufakat, dan apabila hal itu tidak tercapai maka keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
e.
Forum
Pertemuan Karang Taruna yang diadakan secara Nasional dan Khusus dalam rangka
usulan untuk bahan perubahan Pedoman Dasar/Pedoman pelaksanaan Karang Taruna,
diatur sebagai berikut :
1.
Minimal
2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta/pengurus dari lingkup Provinsi diseluruh
wilayah Indonesia harus hadir ditambah unsur dari Departemen Sosial selaku
Pembina Fungsional.
2.
Usulan
perubahan Pedoman Dasar/Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna dapat dinyatakan sah
apabila didasarkan pada persetujuan minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah
Provinsi peserta yang hadir dan mendapat persetujuan dari Pembina Fungsional
Pusat ( Departemen Sosial).
3.
Rekomendasi
usulan guna perubahan tersebut, diusulkan sebagi bahan untuk disahkan atau
ditetapkan oleh Menteri Sosial.
5.
Kedudukan,
pemilihan dan masa bakti pengurus sebagai berikut :
a.
Pengurus
Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat
setempat. Pengurus dilingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi
berkedudukan di Ibukota masing-masing dan pengurus dilingkup Nasional
berkedudukan di Ibukota Negara.
b.
Pemilihan
pengurus dilakukan secara musyawarah dan mufakat dalam Temu Karya serta wajib
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
c.
Masa
bakti Pengurus Karang Taruna di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat
paling lama 3 (tiga) tahun dan Pengurus di lingkup Kecamatan sampai dengan
Nasional, masing-masing selama 5 (lima) tahun serta dapat dipilih kembali untuk
yang kedua kalinya serta memenuhi persyaratan yang berlaku.
BAB VIII
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN
PENGURUS
Pasal 8
1.
Pengukuhan
Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat dan
Pengurus di lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional dilakukan dengan Surat
Keputusan Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya.
2.
Surat
Keputusan Pejabat yang berwenang tersebut pada ayat (1) diatas adalah :
a.
Surat
Keputusan Kepala Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat untuk pengukuhan
Pengurus Karang Taruna setempat.
b.
Surat
Keputusan Camat untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Kecamatan setempat.
c.
Surat
Keputusan Bupati/ Walikota untuk pengukuhan Pengurusu di lingkup Kabupaten/Kota
setempat.
d.
Surat
Keputusan Gubernur untuk pengukuhan Pengurus di lingkup Provinsi setempat.
e.
Surat
Keputusan Menteri Sosial untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Nasional.
3.
Pelantikan
Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat dan
Pengurus dilingkup Kecamatan samapai dengan Nasional dilakukan oleh Pejabat
yang berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya masing-masing.
BAB IX
PEMBINA
Pasal 9
1.
Karang
Taruna sebagai Organisasi Sosial Generasi Muda diesluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, memiliki Pembina Utama, Pembina Fungsional dan
Pembina Teknis.
2.
Pembina
Utama sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden Republik Indonesia.
3.
Pembina
Umum, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis sebagimana dimaksud pada ayat (1) ,
di Pusat dan di daerah adalah :
a.
Pembina
di Pusat terdiri :
1.
Menteri
dalam Negeri Selaku Pembina Umum
2.
Menteri
Sosial selaku Pembina Fungsional
3.
Pimpinan
Departemen/Kementerian Negara/Lembaga atau Badan Negara yang terkait sebagai
Pembina Teknis Karang Taruna.
b.
Pembina di Daerah terdiri dari :
1.
Pembina
Umum
a.
Gubernur
untuk Provinsi
b.
Bupati/Walikota
untuk Kabupaten/Kota
c.
Camat
untuk Kecamatan
d.
Kepala
Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat untuk Desa/Kelurahan atau Komunitas
Adat Sederajat
2.
Pembina
Fungsional :
a.
Kepala
Dinas/Instansi Sosial Provinsi
b.
Kepala
Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota
c.
Kepala
Seksi/Unit yang tugasnya berkaitan langsung dengan bidang kesejahteraan sosial
di Kecamatan dan/atau di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat.
3.
Pembina
Teknis.
a.
Pimpinan
Instansi/Lembaga/Badan Daerah Provinsi yang terkait
b.
Pimpinan
Instansi/Jawatan/Lembaga atau Badan daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
c.
Pimpinan
Unit Kecamatan, Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat yang terkait
dengan Penyediaan dukungan bagi peningkatan Fungsi Karang Taruna di wilayah
setempat.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 10
Keuangan
Karang Taruna dapat diperoleh dari :
a.
iuran
Warga Karang Taruna
b.
Usaha
sendiri yang diperoleh secara syah
c.
Bantuan
Masyarakat yang tidak mengikat
d.
Bantuan/Subsidi
dari Pemerintah
e.
Usaha-usaha
lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
MAJELIS PERTIMBANGAN DAN UNIT
TEKNSI KARANG TARUNA
Pasal 11
1.
Setiap
Karang Taruna dapat membentuk Majelis Pertimbangan Karang taruna ( MPKT ) pada
forum tertinggi ( Temu Karya ) di masing-masing wilayahnya yang kemudian
dikukuhkan oleh forum tersebut.
2.
Majelis
Pertimbangan Karang Taruna dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota,
seorang Sekretaris dan beberapa orang Wakil Sekretaris ( sesuai kebutuhan)
merangkap anggota, dan para anggota yang jumlahnya ditentukan sesuai dengan
jumlah mantan aktivis Karang Taruna di wilayahnya masing-masing ditambah
beberapa tokoh yang dianggap layak, apabila memungkinkan.
Pasal 12
1.
Karang
Taruna dapat membentuk Unit Teknis sesuai dengan kebutuhan pengembangan
organisasi dan program-programnya;
2.
Unit
Teknis dimaksudkan merupakan bagian yang tidak terpisahklan dari kelembagaan
Karang Taruna dan pembentukannya harus melalui meakanisme pengambilan keputusan
dalam forum yang representatif dan sesuai kapasitasnya untuk itu;
3.
Unit
Teknis disahklan dan dilantik oleh Karang Taruna yang membentuknya dan harus
berkoordinasi serta mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Karang Taruna yang
membentuknya.
BAB XII
IDENTITAS
Pasal 13
1.
Karang
Taruna dapat memiliki identitas lambang bendera, panji, yang telah ditetapkan
dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 65/HUK/KEP/XI/1982 dan lagu mars serta
hymne.
2.
Identitas
yang telah ditetapkan dan/atau digunakan tersebut menjadi identitas resmai
Karang Taruna dan hanya dapat dirubah dengan Keputusan Menteri Sosial.
3.
Mekanisme
penggunaan identitas Karang Taruna diatur lebih lanjut dalam Pedoman
pelaksanaan Karang Taruna.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 14
Sesuai dengan kebutuhan, setiap
Karang Taruna dapat menyusun dan/atau menyesuaikan Anggaran Rumah Tangga
berdasarkan Pedoman Dasar Karang Taruna ini.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 15
1.
Hal-hal
yang belum diatur dalam Peraturan ini, akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayan Sosial.
2.
Dengan
ditetapkannya Peraturan ini, maka keputusan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/
2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dinyatakan tidak berlaku lagi.
3.
Peraturan
ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian
hari terdapat kekeliruan akan dibetulkan sebagaimana mestinya.
DITETAPKAN DI JAKARTA
PADA
TANGGAL 21 SEPTEMBER 2010